Memenuhi tugas Pengantar Teknologi Informasi

Kamis, 05 Desember 2019

KESENIAN SINTREN



oleh: Arifajri Maulida

Kebudayaan merupakan suatu hasil karya manusia yang berupa seni, adat, keyakinan, dan pengetahuan. Pada umumnya kebanyakan orang mendefinisikan kebudayaan berupa sebuab kesenian dan adat istiadat yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, salah satu dari bentuk kebudayaan yang sering kita lihat adalah seni tari yang mana disajikan dengan berbagai gerakan yang indah dan biasanya memiliki pesan tertentu yang akan disampaikan pada orang yang melihatnya.
Seni secara umum adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan orang lain. Istilah seni berasal dari bahasa Sanskerta dari kata Sani yang berarti pemujaan, persembahan, dan pelayanan yang erat dengan upacara keagamaan yang disebut dengan kesenian.
Salah satu kesenian yang ada di Cirebon adalah seni tari yang disebut dengan tari sintren, kesenian tari ini merupakan seni tari yang khas dari daerah Cirebon. Seni tari sintren sendiri mengandung unsur magis sehingga tidak boleh untuk dibuat mainan, tari sintren ini biasanya dibawakan oleh seorang wanita yang mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam, sebelum melakukan tarian ini biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan yang ditutup oleh kain.
Asal mula nama sintren salah satunya berasal dari kata sindir (bahasa Indonesia: sindir) dan tetaren (bahasa Indonesia: pertanyaan melalui syair-syair yang perlu dipikirkan jawabannya) maksudnya adalah menyindir dengan menggunakan sajak-sajak atau syair-syair, sementara di wilayah kabupaten Indramayu kesenian ini disebut sebagai Lais (bahasa Indonesia: suci) yang kependekan dari nama asalnya yang dalam bahasa Cirebon dialek Indramayu disebut sebagai wari lais (bahasa Indonesia: air suci) yang dimaknai sebagai para pemuda dengan niat yang suci.
Sintren (atau dikenal juga dengan Lais) adalah kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, Khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan dan Pekalongan. Tarian yang dikenal oleh masyarakat akan unsur mistis yang ada didalamnya dan diperuntukkan karena adanya ritual khusus pemanggilan arwah atau roh.
Tari ini bermula dari cerita Sulandono selaku Putra Ki Bahurekso (Bupati Kendal) yang pertama dari hasil pernikahannya dengan Dewi Rantamsari yang mendapatkan julukan Dewi Lanjar. Raden Sulandono mengikat kasih dengan seorang putri dari Desa Kalisalak yang bernama Sulatih. Akan tetapi, Ki Bahurekso tidak merestui  hubungan keduanya.
Hingga akhirnya, Raden Sulandono melakukan petapaan yang diperintahkan oleh sang ibu dan memberikan selembar kain untuk fasilitas kelak menjelang bertemu dengan Sulatih setelah petapaannya selesai. Sedangkan Sulatih menjadi seorang penari setelah peninggalan Sulandono yang sedang bertapa. Walaupun begitu keduanya masih sering bertemu meskipun melalui alam ghaib.
Konon, tarian sintren juga menceritakan kisah cinta Ki Joko Bahu dengan Rantamsari yang tidak disetujui oleh Sultan Agung, Raja Mataram. Ki Joko Bahu dan Rantamsari dipisahkan dan tersiar kabar bahwa Ki Joko Bahu meninggal. Namun Rantamsari tidak percaya dan mencari kekasihnya dengan menyamar sebagai penari sintren.
            Pada awalnya sebelum terbentuk struktur sintren atau lais yang ada seperti sekarang ini yang berupa tarian dengan wanita ditengahnya, dahulu awal kesenian ini dipercaya dimulai dengan aktivitas berkumpulnya para pemuda yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain terutama setelah kekalahan besar pada perang Besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818, dalam cerita lisan masyarakat Indramayu dikenal nama Seca Branti yang dipercaya sebagai abdi pangeran Diponegoro yang berhasil lolos dari Belanda setelah kekalahan perang Diponegoro yang berakhir pada tahun 1830, dikatakan bahwa Seca Branti melarikan diri ke wilayah Indramayu disana dia bergaul dengan para pemuda dan suka membacakan sajak-sajak perjuangan, pada musim panen tiba disaat para pemuda sedang banyak berkumpul, Seca Branti kemudian ikut bergabung dan menyanyikan sajak-sajak perjuangannya. Aktivitas menyanyikan sajak-sajak ini kemudian diketahui oleh penjajah Belanda dan kemudian dilarang, Belanda hanya mengizinkan adanya sesuatu kegiatan yang diisi dengan pesta, wanita penghibur dan minuman keras. Kegiatan-kegiatan ini juga berusaha Belanda lakukan di dalam keraton-keraton Cirebon sebelum berakhirnya perang Besar Cirebon, bahkan para prajurit Belanda yang berada di kota Cirebon senang dengan kegiatan mabuk-mabukan diiringi dengan para penari Tayub[2]. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi digunakannya penari wanita sebagai kedok (bahasa Indonesia: topeng) dalam pertunjukannya sementara fokus utamanya tetaplah syair-syair yang diucapkan oleh dalang sintren yang didengarkan oleh para pemuda yang mengelilinginya, berlatih untuk memupuk rasa perjuangan. Oleh karenanya pada tahap ini sebagian kalangan menterjemahkan sintren sebagai sinyo (bahasa Indonesia: pemuda) dan trennen (bahasa Indonesia: berlatih) yang artinya pemuda yang sedang berlatih.

Pada tahap ini pola-pola sajak yang digunakan oleh para dalang sintren tidak berubah dari sajak-sajak tentang perjuangan, perbedaannya adalah digunakannya ronggeng buyung (penari wanita) pada pertunjukannya yang bertujuan untuk mengelabui penjajah Belanda.

Selain dari kisah perjuangan pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran sintren, kesenian sintren di Cirebon juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme antara Selasih dan Sulandana yang populer dikalangan masyarakat suku Jawa[3], hal tersebut dikarenakan letak Cirebon yang berdekatan langsung dengan tanah budaya Jawa mengakibatkan tingginya interaksi sosial antara suku Cirebon dengan suku Jawa.
Dalam seni sintren terdapat beberapa peran, ada penari sintren,dalang, penanggung jawab dari permainan sintren,laden (orang yang melayani dalang),  Nayaga (pemusik), dan ada sinden (penyanyi) yang menerangkan permainan permainan dalam sintren yang dilakukan.
Kostum yang digunakan oleh sang penari sintren ialah baju golek, baju tanpa lengan yang biasa dipakai dalam Tari Golek dan untuk bagian bawah menggunakan kain jarit dan celana cinde. Bagian kepala memakai jamang (hiasan untaian bunga melati disamping kanan dan koncer dibagian telinga). Aksesoris lainnya adalah sabuk, sampur (selendang), dan kaos kaki hitam atau putih serta kacamata hitam yang digunakan sebagai penutup mata sebab penari selalu memejamkan mata saat keadaan kesurupan.
Sintren itu seperti narasi yang digabungkan dengan tembang tembang sintren. Seni sintren sekarang sudah sangat digemari oleh remaja-remaja dan berkembang di pesisir utara sampai daerah Tegal dan Pekalongan.

Kesenian Sintren khususnya di wilayah Cirebon semakin berkembang pesat, salah satunya pada sanggar Sekar Pandan. Sanggar Sekar Pandan telah berdiri dari tahun 1992. Tariaan sintren menggambarkan kesucian sang penari. 

Jatuhnya Manusia oleh Nafsu Duniawi
Tarian Sintren menggambarkan kesucian sang putri atau sang penari. Masyarakat Cirebon menyakini tarian ini tak boleh ditampilkan atau dilakukan secara main-main. Seorang penari hanya boleh membawakan tarian sintren dalam keadaan suci dan bersih.

Sebelum melakukan pementasan sang penari harus melakukan puasa terlebih dahulu dan menjaga agar tidak berbuat dosa. Hal ini ditujukan agar roh tidak akan mengalami kesulitan untuk masuk dalam tubuh penari. Kesenian tari sintren pada mulanya dipentaskan pada waktu yang sunyi, di saat malam bulan purnama, karena kesenian tari ini berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam sang penari.
Tari sintren ini dibawakan oleh seorang wanita yang mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam. Sebelum melakukan tarian ini biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan dalam keadaan terikat tali tambang. Kurungan kemudian ditutup dengan kain.

Saat penari keluar dari kurungan itulah penonton dibuat takjub. Penari berhasil lolos dari ikatannya dan sudah berganti pakaian. Musik langsung menyambutnya, dan penari pun langsung berjoget. Uniknya, setiap ada penonton yang sawer, melemparkan uang ke penari, penari langsung terjatuh dan berhenti menari.
Meski terlihat aneh dan menghibur, jatuhnya penari karena sawer ini sebenarnya merupakan pesan penting yang disampaikan lewat tari sintren. Jatuhnya penari menggambarkan bahwa manusia kerap lupa diri ketika sudah bergelimang harta. Uang yang dilempar ke penari dimaknai sebagai harta atau nafsu duniawi. Penari sebagai gambaran kita atau manusia, langsung jatuh ketika terkena lemparan uang.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

TWITTER

FACEBOOK

INSTAGRAM

YOUTUBE

Tari Topeng Malangan

Negara kita Indonesia tercinta ini merupakan salah satu negara yang terdiri atas beragam suku dan budaya dari Sabang samapi Merauke. Oleh k...

Arsip Blog

Jumlah Pengunjung