Memenuhi tugas Pengantar Teknologi Informasi

Minggu, 26 Januari 2020

Tari Topeng Malangan

Negara kita Indonesia tercinta ini merupakan salah satu negara yang terdiri atas beragam suku dan budaya dari Sabang samapi Merauke. Oleh karena hal tersebutlah negara kita juga memiliki beragam seni dan tari yang berbeda – beda dari setiap suku dan budayanya yang menjadikan Indonesia kita tercinta ini semkain kaya di mata dunia sebab memiliki budaya Indonesia yang mendunia. 

 Dan oleh sebab itu sobat, kita sebagai warga negara Indonesia sudah sepatutnya berbangga akan kekayaan yang negara kita miliki ya sobat, dan oleh karena hal itu pulalah kita harus bisa melestarikan serat mewariskan budaya tersebut agar tetap melegenda di negara kita. Setuju ya sobat. 

 Oke sobat semua, pada kesempatan kali ini kita akan membahas salah satu dari budaya yang beragam tersebut, yakni mengenai tari Topeng Malangan yang merupakan contoh tari kreasi. Tentunya sobat semua sudah pernah mendengar jenis tari yang satu ini ya sobat, namun untuk informasi selengkapnya, yuk langsung saja kita simak ulasan berikut ini dengan seksama.
  • Asal Muasal Tari Topeng Malangan 
 Adapun tari topeng malangan ini merupakan sebuah pertunjukan kesenian tari, dimana semua pamerannya atau penarinya menggunakan topeng yang khas. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Malang, Jawa Timur jadi sesuai dengan namanya ya sobat “ Tari Malangan. 

 Tari topeng malangan ini hampir sama dengan “ Wayang Wong “ , namun yang membedakannya adalah pamerannya atau penarinya menggunakan topeng dan cerita yang sering dibawakan melalui cerita panji atau sebagai contoh seni teater. 
  •  Kostum Tari Topeng Malangan 
 Sesuai dengan namanya, semua para penari atau pameran dari kesenian yang satu ini menggunakan Topeng yang khas, selain itu dipadupandakan dengan kemben yang berwarna hitam yang memanjang sampi ke kaki serta tidak lupa menggunakan selendang berwarna kuning yang di kalungkan di leher para pamerannya. 

 Sedangkan untuk warna topengnya sendiri berjenis – jenis sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Selain itu, para pameran dari tari topeng malangan ini juga menggunakan mahkota bak seorang ratu, yang menambah nilai seni dan keanggunan para penari atau pamerannya. Ingin mencoba sobat? Silahkan berkunjung ke Malang, Jawa Timur ya. 
  •  Pertunjukan Tari Topeng Malangan 
 Dalam pertunjukan tari topeng malangan ini, biasanya dibagi menjadi beberapa sesi. Sesi pertaa, dilakakn Gending Giro, yaitu iringan musik gamelan yang dilakukan okeh “ pengrawit “ untuk meandakan prosesi pertunjukan akan dimulai, ayau untuk memanggil penonton untuk meyaksikan pertunjukan seni tari topeng tersebut. 

 Sedangkan sesi kedua, dilakuakan salam pembukaan, dalma salam pembukaan ini biasanya dilakukan oleh salah satu anggota pertunjukan untuk menyapa penonton dan menceritakan synopsis ceritanya yang akan dibawakan. Selain itu, untuk sesi ketiga, dilakukan proses sesajen, yaitu salah satu ritual yang dilakukan agar pemain dan penonton diberi keselamatan agar pertunjukan bisa berlangsung dengan lancar tanpa ada hambatan yang bisa menghalangi prosesi tari topeng malangan tersebut. 

 Dan yang terakhir dan yang paling di tunggu – tunggu adalah inti acara yaitu pertunjukan tari topeng malangan itu sendiri. Dalam pertunjukan ini akan dibawakan sesuai denagn synopsis yang sudah dibacakan oleh pengisis acara sebelum acara inti tersebut berlangsung. 

 Itulah ulasan singkat mengenai tari topeng malangan yang bisa penulsi sajiakn buat anda ya sobat. Semoga ulasan singkat diatas bisa bermanfaat buat anda semua. Salam hangat, salam buda
Share:

Genjring Rudat

Di Cirebon terdapat tradisi Pencak silat yang diiringi musik Rebana, biasa dikenal Genjring Rudat. Genjring adalah rebana kecil yang dilengkapi dengan kepingan logam bundar pada bingkainya. Sedangkan Rudat menurut Maestro Tari Sunda Enoch Atmabrata adalah tarian yang iringi oleh musik tebangan di mana unsur tariannya kental dengan nuansa agama dan seni bela diri.

  Munculnya kesenian Rudat berawal dari tumbuhnya semangat perjuangan bangsa dalam upayanya melawan penjajah yang dipimpin oleh seorang pangeran dari Kesultanan Kanoman Cirebon. Bersama pimpinan-pimpinan pesantren ia menyusun kekuatan dengan mengajarkan ilmu bela diri pada para santri. Sehingga gerakan-gerakan silat dan bela diri (rudat) tersebut tidak disadari oleh penjajah.

  Selain motivasi untuk syiar atau menyebarkan agama Islam, Genjring Rudat adalah pegelabuan dari para santri yang melakukan penempaan fisik supaya tidak dicurigai penjajah Belanda. Mereka kemudian berlatih kesenian rudat.


 Di dalam Rudat terdapat gerak-gerak silat yang diiringi genjring. Di satu sisi, hal ini diartikan sebagai pembinaan mental anak muda pesantren. Di sisi lain dimaknai dengan penempaan fisik bagi anak-anak pesantren untuk mempersiapkan diri melakukan perlawanan terhadap penjajah pada masa kolonial Belanda. Menurut budayawan Sunda Abidin Aslih, tokoh-tokoh seni rudat Cirebon justru adalah buronan yang melawan terhadap penjajah Belanda.

  Kesenian Genjring Rudat ini biasa ditampilkan dalam acara hiburan di lingkungan pesantren. Para santri melakukan kesenian Genjring Rudat pada saat waktu senggang dengan menyanyikan syair-syair shalawat yang bertujuan untuk memuji kebesaran Allah Swt dan Salawat kepada Nabi Muhammad. Selain itu, kesenian Genjring Rudat dilakukan sambil menari dengan gerakan pencak silat. Pada awalnya tembang yang dimainkan adalah iringan salawat Nabi yang terdapat dalam kitab al-Barzanji.

  Pada perkembangan berikutnya, kesenian Genjring Rudat biasa ditampilkan pada acara keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Rajaban, Hari Raya Idul Fitri dan hari-hari besar Islam lainnya. Seiring perkembangan zaman, kesenian Genjring Rudat beralih fungsi dari media pengembangan dan penyebaran agama Islam menjadi sarana hiburan. Setelah beralih fungsi menjadi sarana hiburan yang ditonton oleh masyarakat luas, kesenian Genjring Rudat biasa ditampilkan pada Peringatan Hari Besar Nasional, penyambutan tamu kehormatan, hajatan, khitanan, dan lain-lain.

 Genjring Rudat memiliki nilai filosofis yang diambil dari aktifitas ibadah shalat. Pertama, mengambil nilai filosofis dari barisan shalat yang berjajar rapi. Para penari melakukan gerakan baris-berbaris secara tradisional. Selain itu, proses pertunjukan rudat ini lebih kepada pertunjukan bela diri yang diiringi tabuhan genjring dan shalawatan yang dilengkapi dengan puja dan puji kepada junjungan Nabi Muhammad Saw. Biasanya, apabila jumlah penari-nya semakin banyak, maka pertunjukan semakin bagus.

 Atraksi dimulai ketika para penari sudah berjajar seperti barisan shalat, kemudian mereka menari silih berganti seperti gerakan ombak yang susul menyusul. Itulah yang disebut sebagai rudat.

 Hanya saja, yang menjadi inti gerakan tarian adalah tarian silat atau pencak silat. Secara jumlah, tujuh penari merupakan angka minimal diadakan pertunjukan Genjring Rudat. Selebihnya bisa mencapat 40 pemain. Sedangkan alat musik inti yang dipakai adalah bedug dan Genjring (Rebanda). Jumlah Genjring bervariasi antara empat hingga sebelas pengiring musik genjring.

 Dilihat dari gerakan tarinya, Genjring Rudat hampir mirip dengan Tarian Shaman di Aceh. Perbedaannya terletak dari gerakan pencak silatnya. Pencak silat Genjring Rudat Cirebon tergolong unik. Pencak silat Cirebon merupakan perpaduan antara Cimande, Bogor, Minangkabau, kemudian Dermayon atau Indramayu.

 Cirebon memiliki watak khas yang lumayan unik dalam hal aliran silat. Karena tidak ada satu aliran silat yang menonjol. Jadi terbuka terhadap unsur-unsur dari luar. Bahkan kungfu-pun masuk dalam khasanah silat Cirebon. Misalnya ada jurus, kuntau. Kuntau berasal dari bahasa Cina yang masuk dalam peristilahansilat Cirebon. Selain di Cirebon, Kesenian genjring rudat berkembang di beberapa daerah di Kabupaten Kuningan, diantaranya Ciporang, Subang, Darma, Ancaran, Cilimus dan juga di Garut.
Share:

Sintren

Kebudayaan merupakan suatu hasil karya manusia yang berupa seni, adat, keyakinan, dan pengetahuan. Pada umumnya kebanyakan orang mendefinisikan kebudayaan berupa sebuab kesenian dan adat istiadat yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, salah satu dari bentuk kebudayaan yang sering kita lihat adalah seni tari yang mana disajikan dengan berbagai gerakan yang indah dan biasanya memiliki pesan tertentu yang akan disampaikan pada orang yang melihatnya.

Salah satu kesenian yang ada di Cirebon adalah seni tari yang disebut dengan tari sintren, kesenian tari ini merupakan seni tari yang khas dari daerah Cirebon. Seni tari sintren sendiri mengandung unsur magis sehingga tidak boleh untuk dibuat mainan, tari sintren ini biasanya dibawakan oleh seorang wanita yang mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam, sebelum melakukan tarian ini biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan yang ditutup oleh kain.

Apa Itu Sintren ?

Tarian sintren merupakan sebuah seni tari tradisional dari Cirebon yang mengandung unsur magis, nama sintren yang ada pada tarian ini ternyata merupakan gabungan dari dua kata yakni si dan tren yang mana dalam bahasa Jawa kata si merupakan sebuah ungkapan panggilan yang memiliki arti ia atau dia, sedangkan kata tren berasal dari kata tri atau putri sehingga sintren memiliki arti si putri atau sang penari.

Sejarah Sintren :

Asal mula nama sintren salah satunya berasal dari kata sindir (bahasa Indonesia : sindir) dan tetaren (bahasa Indonesia : pertanyaan melalui syair-syair yang perlu dipikirkan jawabannya) maksudnya adalah menyindir dengan menggunakan sajak-sajak atau syair-syair,

Pada awalnya sebelum terbentuk struktur sintren yang ada seperti sekarang ini yang berupa tarian dengan wanita ditengahnya, dahulu awal kesenian ini dipercaya dimulai dengan aktifitas berkumpulnya para pemuda yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain terutama setelah kekalahan besar pada perang Besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818, dalam cerita lisan masyarakat Indramayu dikenal nama Seca Branti yang dipercaya sebagai abdi pangeran Diponegoro yang berhasil lolos dari Belanda setelah kekalahan perang Diponegoro yang berakhir pada tahun 1830, dikatakan bahwa Seca Branti melarikan diri ke wilayah Indramayu disana dia bergaul dengan para pemuda dan suka membacakan sajak-sajak perjuangan, pada musim panen tiba disaat para pemuda sedang banyak berkumpul, Seca Branti kemudian ikut bergabung dan menyanyikan sajak-sajak perjuangannya.

Aktifitas menyanyikan sajak-sajak ini kemudian diketahui oleh penjajah Belanda dan kemudian dilarang, Belanda hanya mengizinkan adanya sesuatu kegiatan yang diisi dengan pesta, wanita penghibur dan minuman keras. Kegiatan-kegiatan ini juga berusaha Belanda lakukan di dalam keraton-keraton Cirebon sebelum berakhirnya perang Besar Cirebon, bahkan para prajurit Belanda yang berada di kota Cirebon senang dengan kegiatan mabuk-mabukan diiringi dengan para penari Tayub. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi digunakannya penari wanita sebagai kedok (bahasa Indonesia : topeng) dalam pertunjukannya sementara fokus utamanya tetaplah syair-syair yang diucapkan oleh dalang sintren yang didengarkan oleh para pemuda yang mengelilinginya, berlatih untuk memupuk rasa perjuangan. Oleh karenanya pada tahap ini sebagian kalangan menterjemahkan sintren sebagai sinyo (bahasa Indonesia : pemuda) dan trennen (bahasa Indonesia : berlatih) yang artinya pemuda yang sedang berlatih.

Pada tahap ini pola-pola sajak yang digunakan oleh para dalang sintren tidak berubah dari sajak-sajak tentang perjuangan, perbedaannya adalah digunakannya ronggeng buyung (penari wanita) pada pertunjukannya yang bertujuan untuk mengelabui penjajah Belanda.

Selain dari kisah perjuangan pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran sintren, kesenian sintren di Cirebon juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme antara Selasih dan Sulandana yang populer dikalangan masyarakat suku Jawa, hal tersebut dikarenakan letak Cirebon yang berdekatan langsung dengan tanah budaya Jawa mengakibatkan tingginya interaksi sosial antara suku Cirebon dengan suku Jawa.

Persyaratan Penari :

Untuk menjadi seorang penari sintren maka sang penari tersebut harus dalam keadaan suci dan bersih, sebelum melakukan pementasan maka sang penari harus melakukan puasa terlebih dahulu dan menjaga agar tidak berbuat dosa, hal ini ditujukan agar roh tidak akan mengalami kesulitan untuk masuk dalam tubuh penari.

Sintren Sebagai Media Dakwah :

Sintren seperti halnya kesenian Cirebon yang lainnya juga dipergunakan oleh para wali untuk menyebarkan dakwah Islam dan mengajarkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, pada pagelaran sintren di wilayah Cirebon, penari sintren yang dalam keadaan tidak sadar dan kemudian menari, ketika dilemparkan uang dengan jumlah berapapun akan mengakibatkan penarinya jatuh dan tidak bisa berdiri sendiri sebelum didirikan oleh dalang sintren, menurut Ki Mamat yang merupakan dalang sintren dari sanggar tari Sekar Pandan, kesultanan Kacirebonan, nilai-nilai dakwah Islam yang dibawa oleh pagelaran sintren adalah ;

o Ranggap(Kurungan Ayam), bentuk kurungan ayam yang melengkung berusaha mengingatkan pada manusia yang menyaksikan bahwa bentuk melengkung itulah bentuk dari fase hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusaha menuju puncak, namun setelah berada dipuncaknya manusia kembali lagi ke bawah, dari tanah kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadaan lemah akan kembali pada keadaan yang lemah pula.

o Duit(Uang), uang yang dilempar membuat penari sintren langsung jatuh lemas bermakna di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.

Perkembangan Sintren :

Kesenian tari sintren pada mulanya dipentaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan purnama karena kesenian tari ini berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam sang penari, namun kini pementasan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purnama melainkan dapat juga dipentaskan pada siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan serta memeriahkan acara hajatan.

Melestarikan Sintren :

Kesenian tari sintren merupakan kesenian tradisional yang harus terus dijaga dan dilestarikan agar tidak menghilang apalagi di tengah arus globalisasi yang mana saat ini telah banyak hiburan canggih yang berasal dari luar negeri dan sedikit demi sedikit akan semakin menggusur kesenian tradisional, untuk itu pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan kelangsungan dari tari sintren ini.

Salah satu kesenian tradisional yang dimiliki oleh Cirebon adalah tari sintren yang mana tari tradisional yang menggambarkan kesucian dari seorang wanita ini mengandung unsur magis.

Lyric atau Syair Sintren :

Ketika memasuki ruang pagelaran Sintren, pesinden melantunkan syair seperti dibawah ini ;

Turun turun sintren

Sintrene widadari

Nemu kembang yun ayunan

Nemu kembang yun ayunan

Kembange putri mahendra

Widadari temurunan

Ketika Sintren dan dalang Sintren telah bersiap ditempat dan akan memulai pementasan maka syair akan dilanjutkan dengan syair seperti dibawah ini ;

Kembang rampe oli tuku ning pasar kramat

Nok fani dirante kang rantee dalang mamat

Kembang rampe oli tuku ning pasar kramat

sintrene dirante kang rantee dalang mamat

Gulung gulung glasah ana sintren lagi turu

Penontone buru buru

Gulung gulung gelasah ana sintren lagi turu

Penontone buru buru

Selasih Selasih Sulandana

Menyangkuti ragae sukma

Ana sukma saking surga

Widadari temurunan

Selasih Selasih Sulandana

Menyangkuti ragae sukma

Ana sukma saking surga

Widadari temurunan

Ketika Ranggap (bahasa Indonesia : kurungan ayam) dibuka, maka Syair Ya Robana (ya Allah swt) yang mengingatkan para penonton untuk segera bertaubat dilantunkan oleh pesinden seperti berikut ;

Ya robana, robbana,robbana

Ya robana zhalamna anfusana

Wa inlam tagfirlana

Wa tarhamna lanakunanna

Min al-khosirin

Setelah Sintren keluar dari ranggap dan kemudian berdiri, syair dirubah untuk menunjukan bahwa sintren telah berdandan dan berganti baju serta para Panjak (pemain musik) siap untuk mengiringi penampilannya.

Turun turun sintren

Sintrene dandan suwe

Dandan kalunge sesumpinge

Dandan kalunge sesumpinge

Sintren joged manis meseme

Panjak songgot rame-rame

Ketika Sintren melakukan gerakan tarian pertama kali, maka syair dirubah kembali menunjukan bahwa Sintren telah siap, pada bagian ini prosesi melempar uang yang membuat sintren lemas tidak berdaya dilakukan.




Turun turun sintren

sintrene widadari

Nemu kembang yun ayunan

Nemu kembang yun ayunan

Kembange putri mahendra

Widadari temurunan

Ketika prosesi pelemparan uang sudah selesai, maka dalang akan memasukan sintren kembali ke dalam ranggap tanda bahwa pagelaran akan segera berakhir.

Kembang kilaras ditandur tengahe alas

Paman bibi aja maras

Dalang sintren jaluk waras

Kembange srengenge surupe wayahe sore

Sawise lan sedurunge kesuwun ning kabehane

Syair Kembang Gewor

Pagelaran Sintren dibuka dengan syair seperti berikut ;

Turun-turun Sintren

Sintrene widadari

Nemu kembang ning ayunan

Nemu kembang ning ayunan

Kembange Siti Mahendara

Widadari temurunan ngaranjing ning awak ira

Ketika Sintren sudah masuk ke Ranggap (kurungan ayam) maka pesinden akan melanjutkan dengan syair Sih Solasih untuk mengiringi prosesi pelepasan rantai yang membelit sintren di dalam Ranggap.

Sih solasih sulandana

Menyan putih pengundang dewa

Ala dewa saking sukma

Widadari temurunan

Syair kemudian dilanjutkan dengan syair kembang Gewor yang mengiringi datangan para Bodoran (bahasa Indonesia : pelawak) yang mengiringi pagelaran Sintren.

Turun-turun sintren Sintrene widadari

Nemu kembang yun ayunan

Nemu kembang yun ayunan

Kembange si jaya Indra

Widadari temurunan

Kang manjing ning awak ira

Turun-turun sintren sintrene widadari

Nemu kembang yun ayunan

Nemu kembang yun ayunan

Kembange si jaya Indra

Widadari temurunan

Kembang gewor bumbung kelapa lumeor

Geol-geol bu Sintren garepan njaluk bodor

Bumbune kelapa muda

Goyang-goyang nyi sintern minta bodor

Syair kemudian dilanjutkan dengan syair kembang Kates, Kenangan dan Jae Laos yang menandakan pagelaran Sintren akan segera berakhir, seperti berikut ;

Kembang kates gandul

Pinggire kembang kenanga

Kembang kates gandul

Pinggire kembang kenanga

Arep ngalor garep ngidul

Wis mana gageya lunga

Kembang kenanga

Pinggire kembang melati

Kembang kenanga pinggire

Kembang melati

Wis mana gageya lunga

Aja gawe lara ati

Kembang jahe laos

Lempuyang kembange kuning

Kembang jahe laos

Lempuyang kembange kuning

Ari balik gage elos sukiki menea maning

Syair Metu sing konjarah (keluar dari kurungan)

Clikung lawung klontongena bandanira (Intip lihatlah dengan hati-hati, berkumpulah, bebaskan belenggumu)

Clikung lawung klontongena bandanira (Intip lihatlah dengan hati-hati, berkumpulah, bebaskan belenggumu)

Ari sukma ngelontong, ngelontong salin busana (seandainya jiwa sudah terbebas, bebaslah ganti pakaianmu)

Simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen (simbar-simbar pati (wangsalan Cirebon : rambut mati (uban) ), seandainya sudah muncul janganlah malu)

Simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen (simbar-simbar pati (wangsalan Cirebon : rambut mati (uban) ), seandainya sudah muncul janganlah malu)

Tokena sing konjarah, tokena sing konjarah (keluarlah dari kurungan, keluarlah dari kurungan)

Nya bebet nya iket nya sabuk sakerise (bebet (kain yang diikatkan dipinggang), iket (kain yang diikatkan dikepala), sabuk beserta kerisnya)

Syair Sintren dibanda (sintren dibelenggu)

Ayu sintren terapena bandanira (ayo sintren siapkan belenggumu)

Ayu sintren tangan ditaleni (ayo sintren tangan diikat)

Badan ditaleni (badan diikat)

Arep manjing ning konjarah (mau masih ke kurungan)

Pangeranira lara tangis (pemimpinmu sedang menderita dan menangis)

Tangise wong keyungyun (tangisannya orang yang menarik hati)

Turun-turun sintren, sintrene widadari (datang-datang sintren, sintrennya bidadari)

Nemu kembang yun-ayunan, nemu kembang yun-ayunan (nemu kembang hendak dibawa kemana?)

Kembange cahaya indra, widadari temurunan (kembangnya cahaya indra, bidadari sedang datang)

Ngrajinga ning badanira (memasuki badanmu)

Syair Wari lais (air suci)

Syair Sintren Wari Lais (air suci) atau yang secara harafiah berarti pemuda dengan niat yang suci sering diperdengarkan dalam berbagai media seni selain Sintren, diantaranya adalah dalam kesenian Tarling Cirebon, lirik Wari Lais masih suka diperdengarkan lewat para penyanyi Tarling seperti mimi Dadang Darniah pada era 70an dan kemudian Diana Sastra.

Wari lais klontongena bandanira (air suci (pemuda dengan tujuan mulia) ) lepaskanlah belenggu dirimu)

Dunung ala dunung (ditempat-tempat manapun)

Dunung ala dunung (ditempat-tempat manapun)

Si Dunung ing bahu kiwa (tempat-tempat sudah menjadi tangan kiri (“ekstrem kiri”) (tuduhan belanda mengatakan rakyat itu pemberontak)

Pangeranira lara nangis (pimpinanmu sedang menderita dan menangis)

Syair Tambak-tambak Pawon (menyalakan dapur)
Share:

Tari Topeng Gaya Palimanan

  Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan tersebar disekitar kecamatan Palimanan, sebelum tahun 1500-an, Palimanan dan wilayah pegunungan Kromong disekitarnya masuk dalam wilayah kerajaan Rajagaluh (kini lebih dari setengah wilayahnya yang berada di sisi barat pegunungan Kromong masuk kedalam wilayah kabupaten Majalengka, yang khas dari gaya Palimanan jika dibandingkan dengan gaya-gaya lainnya yang mengelilinginya seperti gaya Kalianyar, gaya Gegesik dan gaya Slangit adalah pada sikap kuda-kuda yang disusun oleh Ki Wentar (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan) yang menekankan bahwa kuda-kuda harus mengikuti postur dan kecakapan penari atau dalangnya, sehingga pada setiap penari atau dalang topeng Cirebon gaya Palimanan sangat mudah ditemukan kuda-kuda yang berbeda menurut kepantasan dan kecocokan postur pada setiap penarinya. 


Sejarah gaya Palimanan 


   Cerita mengenai tari Topeng Cirebon gaya Palimanan pernah dinarasikan oleh Theodore G Th Pigeaud dalam bukunya Javaanse volksvertoningen. Bijdrage tot de beschrijving van land en volk yang terbit pada 1938, Pigeaud menjelaskan bahwa tari Topeng Cirebon gaya Palimanan memiliki kedekatan yang harmonis secara budaya dengan wilayah-wilayah di Priyangan seperti Sumedang, Ciamis, Garut, Tasikmalaya dan Bandung sejak awal tahun 1900-an, tidak hanya tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, wayang orang Cirebon juga memasuki wilayah ini Kesenian-kesenian Cirebon yang ditampilkan mampu menarik minat masyarakatm terbukti dengan berjejalnya masyarakat untuk menyaksikan kesenian yang dibawakan. Rombongan ini memiliki andil sebagai rombongan kesenian tari Topeng Cirebon gaya Palimanan yang pertamakali masuk ke pedalaman wilayah Priyangan, dikatakan rombongan tersebut memiliku dua orang dalang yaitu Ki Wentar dan Ki Koncar dan berkeliling untuk menggelar aksinya (bahasa Cirebon: Bebarangan), jarak yang ditempuh oleh rombongan tersebut ketika bebarangan di wilayah Priyangan kira-kira sekitar 420 kilometer.



   Nama asli dari Ki Wentar adalah Ki Kudung, julukan Wentar sebenarnya baru diberikan oleh bupati Bandung pada saat itu, yakni Pangeran Adipati Aria Martanegara (1893-1918) yang diambil dari kosakata Kawentar yang berarti terkenal, tetapi dalam keterangan lain, Ki dalang Sukarta yang merupakan keluarga dari Ki Wentar meyakini bahwa julukan tersebut (Wentar) sebenarnya diberikan oleh kesultanan Kasepuhan. Ki Wentar mahir berbahasa Sunda, pada masa Wentar bahasa Sunda baru saja mengalami apa yang dinamakan dengan modernisasi aksara, aksara Romawi diperkenalkan oleh Karel Frederik Holle seorang pengusaha perintis di bidang perkebunan teh yang hidup pada tahun 1822-1896, modernisasi aksara Sunda menjadikan bahasa Sunda dapat dengan mudah dipelajari secara luas, begitu juga sebaliknya, penggunaan aksara Romawi pada masyarakat Sunda membuat masyarakat Sunda dapat dengan mudah mempelajari dan mengerti bahasa lainnya dikarenakan aksara Romawi dijadikan dasar sebagai aksara baku pemerintahan pada masa Belanda, dalam aktivitas keseniannya Ki Wentar lebih dekat dengan para menak atau priyayi dan mengutamakan mengajar tari Topeng.





   Berkenaan dengan Ki Koncar, menurut Ki Kandeg (maestro pembuatan Topeng Cirebon) nama aslinya adalah Ki Konya, Ki Konya dan kelompoknya fokus kepadamempertunjukan kesenian wayang Orang Cirebon hingga ke pelosok-pelosok dikarenakan beliau lebih dekat dengan kalangan masyarakat biasa. 

   Bupati Sumedang, Pangeran Arya Soerjakoesoemahadinata (1882-1919) sangat mengagumi dengan hasil karya seni Ki Wentar dan Ki Koncar yang merupakan penyusun geraknya (kolaborator tari) di dalam kesenian wayang Orang, keduanya kemudian diminta oleh Pangeran Aria Soerjakoesoemahadinata untuk melatih para penari keraton Sumedang Larang.

   Ranca Ekek di kabupaten Bandung diketahui sebagai salah satu tempat yang dilintasi oleh Ki Wentar dan rombongannya ketika bebarangan, di wilayah Ranca Ekek Ki Wentar dan rombongannya mengunjungi rumah Ki Lurah Ranca Ekek sekaligus anak dari Wedana Tanjung Sari yaitu Raden Sambas Wirakukusuma (1887-1962) yang menjabat sebagai Ki Lurah selama dua periode yakni dari tahun 1920-1931 dan dilanjutkan periode tahun 1935-1942, sebagaimana diketahui bahwa selain mengajarkan kesenian kepada keturunannya, Ki Wentar juga mengajarkan kesenian kepada orang lain diluar keturunannya, salah satu kelompok masyarakat yang berminat pada bidang kesenian dan banyak menjadi murid dari Ki Wentar pada masa itu adalah kelompok para Aristokrat (negarawan) seperti Ki Lurah Wirakukusuma , selain Ki Lurah Wirakukusuma terdapat pula orang-orang lain dari beragam profesi yang menjadi murid Ki Wentar atau Ki Kocar, misalnya Wiranta dari Pabrik Kanji di Cibiru (Bandung) dan Okes Karta Atmadja dari Ciparay (Bandung).

  Pada masa kemudian, Ki Wentar dan Ki Koncar berkolaborasi dengan Raden Sambas Wirakukusuma (Ki Lurah Ranca Ekek) untuk mendesain sebuah tarian baru yang menggabungkan gerakan tari Topeng Cirebon dengan Tayub (kesenian tari yang biasa digelar di acara m di kesultanan-kesultanan di Cirebon), tarian baru tersebut kemudian dikenal dengan nama tari Kursus, sebuah tarian yang dipentaskan tanpa memakai topeng. nama tari Kursus ini kemudian sering diasosiasikan kepada kelompok tari milik Raden Sambas Wirakukusuma yakni kelompok tari Wiramahsari, nama tari Kursus yang merupakan perpaduan gerakan tari Topeng Cirebon gaya Palimanan dengan Tayub ini kemudian diperkenalkan secara luas melalui artikel di dalam jurnal Djawa yang diproduksi oleh Belanda pada tahun 1930 yang berjudul De Soendaneesche Dans, artikel mengenai tari Kursus tersebut ditulis oleh M Soeriadiradja dan I Adiwidjaja yang menggambarkan secara rinci gerakan-gerakan pada tari Kursus tersebut, namun pada tahun 1950-an, tari kursus ini kemudian dianggap hampir serupa dengan kesenian Tayub. 

  Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan oleh budayawan Cirebon dianggap mencapai masa kejayaannya pada masa mimi (bahasa Indonesia: ibu) Soedji (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan dan seorang penari tayub) masih hidup atau hingga sekitar tahun 1970-an, yaitu dengan digelarnya tari Topeng Cirebon gaya Palimanan hingga ke mancanegara, di antaranya Tiongkok, Jepang dan Australia serta dipanggilnya mimi Soedji untuk mengisi kuliah sebagai dosen tamu pada perguruan tinggi di Jawa Barat. Pada tahun 1970-an tari Topeng Cirebon (termasuk gaya Palimanan) dapat dengan mudah ditemui di berbagai sudut wilayah di Cirebon, tetapi pada masa modern hal tersebut sudah sulit untuk dijumpai, salah satu alasannya adalah masuknya bentuk bentuk hiburan yang membawa teknologi baru sehingga masyarakat mulai terlelap dengan bentuk hiburan yang baru tersebut, diantaranya adalah organ tunggal, walau ada sebagian gaya tari Topeng Cirebon lainnya yang bersedia pagelarannya diselingi oleh penampilan organ tunggal namun tidak banyak juga dalang tari Topeng Cirebon yang menolak hal tersebut karena dianggap merusak aturan (bahasa Cirebon: Pakem).

    Setelah mimi Soedji meninggal, seniman yang masih mempertahankan gaya Palimanan antara lain adalah Ki Sukarta, Ki Waryo (putera dari Ki Empek (maestro kesenian Cirebon), mimi Tursini (yang merupakan anak kandung mimi Soedji) dan mimi Nani Kadmini. 

   Mimi Tursini sebelum meninggalnya, memusatkan pelestarian dan konservasi seni tari Topeng Cirebon gaya Palimanan di sanggarnya yakni di sanggar Mekar Suji Arum, mimi Tursini pernah menuturkan tentang pola=pola pengajaran tari yang diberikan oleh orang tuanya dahulu, yakni dengan cara bebarangan (mementaskan tari topeng dari desa ke desa). Pada sekitar tahun 1950-an ketika usinya menginjak 12 tahun, ibundanya yakni mimi Soedji (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan) mengajaknya untuk bebarangan bagi seorang anak ataupun murid tari Topeng Cirebon, bebarangan adalah momentum untuk mempelajari tari Topeng Cirebon lebih dalam, mengasah diri untuk mematangkan kepiawaian menari di depan banyak orang, masa bebarangan ini juga oleh mimi Tursini disebut sebagai babakdeng dimana tarian satu babaknya hanya dibayar dengan segedeng (seikat) padi. 

   Menurut Novi yang merupakan cucu dari mimi Tursini sekaligus sebagai penari tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, semasa hidupnya mimi Tursini berusaha sepenuh hati dalam melestarikan gaya Palimanan, beliau tidak pernah meminta bayaran ketika mengajarkan gaya Palimanan, semua diajarkan secara gratis demi melestarikan gaya Palimanan yang sudah turun temurun diajarkan oleh leluhur dan keluarganya, guna membeli atau membuat perlengkapan tari Topeng Cirebon, mimi Tursini mencari biayanya dengan cara lain (dikarenakan beliau tidak memungut iuran pada muridnya), diantaranya adalah menjadi pemandi jenazah dan pemijat, uang yang diperolehnya kemudian dipergunakan untuk membeli perengkapan tarinya diantaranya topeng, bahan pembuat sobra (hiasan kepala penari Topeng Cirebon serta pakaiannya, menurut pengakuan Novi, terkadang mimi Tursini sampai tidak memikirkan kebutuhan untuk makanannya sehari-hari hal tersebut dikarenakan usaha yang dilakukan oleh mimi Tursini kurang mendapatkan perhatian dari pihak berwenang. Namun dibalik kisah beratnya mimi Tursini mempertahankan gaya Palimanan, beliau juga terus mengikuti kebiasaan leluhur keluarganya yakni dengan mempererat tali silaturahmi, diantaranya adalah dengan penari kontemporer kenamaan yang juga rekan seperguruannya ketika belajar tari Topeng Cirebon gaya Palimanan kepada ibudanya mimi Soedji yakni Didi Nini Towok, Didi kerap mengunjungi mimi Tursini setiap tahunnya. 

    Mimi Nani Kadmini selain mendirikan sanggar tari Wulan Sari di desa Kedung Bunder, kecamatan Gempol, kabupaten Cirebon yang mengajarkan anak-anak setempat tentang gaya Palimanan, mimi Nani juga sempat mengajar di beberapa sekolah di kota Cirebon sebagai guru tari, hal tersebut dilakukan untuk melestarikan tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, dalam usaha melestarikan gaya Palimanan pada masa modern, kesulitan yang ditemui salah satunya adalah masalah ekonomi, banyak dari anak-anak didiknya yang lama tidak datang untuk latihan walau tidak diwajibkan membayar iuran latihan tari semata-mata karena kondisi ekonomi orang tuanya membuat anak didik tersebut harus membantu mencukupi ekonomi keluarganya dengan bekerja.

   Kondisi yang sama juga terjadi dengan para Wiyaga (bahasa Cirebon: penabuh Gamelan) gaya Palimanan, sudah tidak banyak lagi yang menguasai gaya bermain gamelan untuk mengiringi tari Topeng Cirebon gaya Palimanan, menurut mimi Nani para wiyaga yang mampu mengiringi tari Topeng Cirebon gaya Palimanan mulai surut dan hanya menyisakan yang sudah tua, salah satu diantaranya yang masih bisa ditemui adalah Ki Waryo, putra dari maestro kesenian Cirebon Ki Empek. 

   Selain dari kondisi para dalang yang mulai berkurang dan para wiyaga yang sudah tua, kondisi barang-barang bersejarah yang berkait erat dengan gaya Palimanan juga terbilang memprihatinkan, untuk topengnya, menurut mimi Nani Kadmini yang masih disimpan di wilayah adat Palimanan adalah topeng Klana yang berusia sekitar 100 tahun yang kondisinya kini sudah agak retak.

Musik pengiring

Musik pengiring yang digunakan pada pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan diantaranya adalah :
  • Kembang sungsang, merupakan tetaluan (tabuhan gamelan) yang dimainkan saat pagelaan tari Topeng Cirebon gaya Palimanan babak Panji.
  • Gaya-gaya, merupakan tetaluan (tabuhan gamelan) yang dimainkan saat pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan babak Samba, kata Gaya-gaya diambil dari gerakan watak Samba yang lincah dan banyak tingkah. 
  • Malang totog, merupakan tetaluan (tabuhan gamelan) yang dimainkan saat pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan babak Tumenggung. kata Malang totog berarti Belalang yang sedang menotog yang diambil dari ekspresi dalam gerakan dalang Topeng yang sedang meniru gerakan Malang (bahasa Indonesia: Belalang) tersebut, Malang totog sebenarnya adalah nama asli dari tetaluan (tabuhan gamelan) yang mengiringi babak Topeng Tumenggung namun sekarang banyak yang mengenalnya denga nama tetaluan Tumenggung mengikuti nama babak Tumenggung yang sedang dipentaskan. 
  • Bendrong, merupakan tetaluan (tabuhan gamelan) yang dimainkan saat pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan babak Jingga Anom dan babak akhir yaitu Klana Udeng 
  • Gonjing, merupakan tetaluan (tabuhan gamelan) yang dimainkan saat pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan babak Klana.
  • Kembang kapas, merupakan tetaluan (tabuhan gamelan) yang dimainkan saat pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan babak Rumyang.

   Tetaluan yang dibawakan untuk mengiringi pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan kurang lebih memiliki kesamaan dengan yang ada pada gaya Gegesik yaitu dengan dimainkannya tetaluan Kembang Sungsang, Kembang Kapas dan Gonjing, kesamaan pada gaya Losari bisa dilihat dari dimainkannya tetaluan Bendrong pada babak Jingga Anom, kedekatan ini kemungkinan terjadi karena menurut penuturan para budayawan dahulu, sesepuh tari Topeng Cirebon gaya Palimanan berasal dari wilayah timur kabupaten Cirebon tepatnya di wilayah kecamatan Astana Japura, kabupaten Cirebon. 

Babak tarian




   Topeng Tumenggung yang dipergunakan oleh Ki dalang Ade Irfan dalam pagelaran tari Topeng Cirebon gaya Palimanan Babak tarian yang dibawakan pada gaya Palimanan hampir serupa dengan yang ada pada gaya Beber dan Randegan namun dengan penambahan babak Klana Udeng sebagai akhir dari pagelarannya. 
  • Panji, gerakannya sangat menghayati diam namun penuh arti, sunyi ing raga, ngaji diri (bahasa Indonesia: menyepi diam dan mendekatkan diri) terhadap allah swt, babak ini dalam gaya Palimanan melambangkan jiwa yangg bersih suci tanpa dosa seperti bayi yang baru lahir.
  • Samba, gerakannya sangat lincah merefleksikan anak balita yang sangat lincah dan senang bermain. 
  • Tumenggung, menggambarkan jiwa yang mulai dewasa dengan ditandai tumbuh kumis tipis pada topeng tumenggung yang merefleksikan sudah dimilikinya tanggung jawab dalam kehidupan. 
  • Jingga anom, babak pementasan seperti teater yang menceritakan tokoh Jingga Anom. 
  • Klana, merefleksikan sekumpulan puncak jiwa amarah murka dari topeng Panji, Samba, Tumenggung, Jingga Anom yang menjelma jadi satu menjadi angkra murka 
  • Rumyang, babak Rumyang ini menandai sudah terlepasnya hawa nafsu duniawi, dipentaskan saat terbitnya matahari, saat sinar sudah terlihat samar-samar (bahasa Cirebon: ramyang-ramyang), babak ini dalam gaya Palimanan diterjemahkan sebagai penemuan jati diri yang sesungguhnya jatiningsun ing gusti (bahasa Indonesia: diri ini berserah kepada Allah swt), memproyeksikan jiwa yang centil dan ganjen (bahasa Indonesia: mencari perhatian) (dalam arti ganjen terhadap Allah swt) ganjen berlomba-lomba menuntut dan mentaati peraturan Allah swt serta mulai memandang dunia yang arum (bahasa Indonesia: harum) yaitu alam akhirat.
  • Klana udeng, gerak tarinya perpaduan semua gerak tari lima wanda (babak Topeng) namun dengan menambahkan gerakan yang belum sempat ditarikan di topeng lima wanda tersebut, babak Klana Udeng dipentaskan dengan tidak menggunakan sobra namun dengan menggunakan Udeng (bahasa Indonesia: iket kepala) .
   Selain lima babak yang ada biasa ditampilkan, menurut Ki Waryo (maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan) pada masa lalu di dalam gaya Palimanan juga dipentaskan tarian Ratu Kencana Wungu yang dibuktikan dengan keberadaan topeng ini yang tersimpan pada dalang tari Topeng Cirebon gaya Palimanan.

Gerakan Tari

   Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan memiliki ciri khas pada berbagai macam posisi berdiri yang diciptakan oleh dalang Wentar, posisi-posisi tersebut disesuaikan dengan postur tubuh dan kepantasan penarinya, ditambah dengan penafsiran yang berbeda dalam meresapi watak dalam cerita topeng, membuat gerakan tarian Topeng gaya Palimanan ini berbeda. 

Dalang tari Topeng Cirebon gaya Palimanan

   Para dalang tari Topeng Cirebon gaya Palimanan sebagian besar merupakan keturunan dari dalang Wentar, Ki Dalang Wentar mempunya beberapa orang anak diantaranya Mimi Mini, Mimi Ami, Ki Dalang Saca, Mimi Nesih dan Mimi Soedji, di antara keturunan dari Wentar yang terkenal adalah Tursini anak dari dalang Soedji seorang maestro tari Topeng Cirebon gaya Palimanan. Beberapa keturunan dalang Wentar tidak hanya berdiam di kecamatan Palimanan saja. namun menyebar ke wilayah lainnya terutama kabupaten Majalengka. Dalang Sukarta yang kini tinggal di desa Bongas, kecamatan Sumber Jaya, kabupaten Majalengka, merupakan salah satunya, dalang Sukarta merupakan keturunan Ki Wentar dari jalur Mimi Mini, anak Mimi Mini yaitu Mimi Ina yang kemudian menikah dengan Ki dalang Entang dari desa Balad, kecamatan Dukupuntang, kabupaten Cirebon merupakan ibu dan ayahnya, sehingga Ki Dalang Sukarta sekaligus menjadi cucu bagi Ki dalang Saca (anak dalang Wentar) dan dalang Soedji yang merupakan saudara neneknya yaitu dalang Mini. dalang lain yang terkenal dari gaya Palimanan adalah Ki dalang Ade Irfan. 

Share:

Tari Merak

 Memang terkenal dengan beragam kekayaan budaya. Baik itu budaya tradisional atau modern semuanya menarik untuk dipelajari. Diantara jenis kebudayaan tradisional ini terdapat adanya kesenian tari. Jenis seni tari tradisional ini pun bermacam-macam sesuai dengan propinsi masing-masing. Salah satu jenis tari yang sangat terkenal adalah tari merak. Tari merak ini merupakan tarian khas yang berasal dari propinsi Jawa Barat. Jenis tarian ini menampilkan kreasi baru yang mengekspresikan kehidupan dari seekor burung merak. Gerakan-gerakan tarian merak diambil dari tingkah laku burung merak.




  Lalu diangkat ke dunia pentas seni oleh seniman Sunda yang bernama Raden Tjetjep Soemantri. Jenis tarian ini termasuk salah satu jenis tarian modern (kontemporer). Artinya adalah gerakan yang ada di tarian merak ini diciptakan dengan bebas dengan menggunakan kreasi sendiri. Tarian ini tidak mengandung tarian tradisional rakyat maupun tarian tradisional klasik. Bagi masyarakat propinsi Jawa Barat tarian merak ini merupakan tarian kebanggaan nasional mereka.




1. Sejarah Tari Merak




  Tarian merak ini berasal dari daerah Jawa Barat lebih tepatnya di daerah Pasundan. Pada sekitar tahun 1950-an ada seorang koreografer ternama yang berasal dari Jawa Barat. Koreografer itu sendiri bernama Raden Tjetjep Soemantri. Beliaulah yang menciptakan gerakan-gerakan tari yang pada akhirnya dinamakan tarian merak.

Kesenian tarian merak ini merupakan penerapan dari kehidupan (tingkah laku) seekor burung merak. Lebih tepatnya gerakan tarian ini diambil dari tingkah polah burung merak jantan pada saat ingin memikat burung merak betina. Suatu gerakan burung merak jantan ketika memperlihatkan keindahan bulu ekornya.

 Gerakan ini dimaksudkan untuk menarik perhatian dari burung merak betina. Namun seiring dengan perkembangan jaman tari merak Jawa Barat ini telah mengalami beberapa perubahan dari gerakan aslinya. Dalam pementasannya tarian merak biasanya ditampilkan oleh penari dengan cara berpasang-pasangan.



  Masing-masing penari memainkan peran sebagai burung merak jantan atau burung merak betina. Tarian merak ini diiringi dengan musik gending macan ucul. Dengan iringan musik itu para penari menggerakkan tubuhnya dengan sangat gemulai layaknya tingkah laku seekor burung merak. Gerakan-gerakan tari yang diperagakan para penari sungguh indah mempesona.

Sehingga mampu membuat suasana jadi ceria dan istimewa. Tak heran jika tarian merak ini banyak ditampilkan pada waktu acara tingkat Nasional maupun acara tingkat Internasional.



2. Ciri-Ciri Tarian Merak




  Setiap tarian pasti memiliki sebuah ciri khas tersendiri yang unik. Atau bisa juga membuat gerakan sendiri yang berbeda dari gerakan jenis tari lain. Hal inilah yang akan kelebihan dan keistimewaan dari tarian itu sendiri. Yang menjadikan ciri khas tarian merak adalah sebagai berikut:


  Busana atau kostumnya memiliki motif layaknya bulu merak, yaitu menggambarkan bentuk dan bulu merak itu sendiri. Seperti misalnya warna biru, hijau, dan hitam. Kostum ini juga memiliki sepasang sayap yang mirip dengan ekor burung merak yang sedang dikembangkan. Terdapat juga hiasan disetiap kepala penarinya yang berupa mahkota.
Gerakan dalam tari merak ini sangat mirip dengan tingkah laku burung merak jantan yang lagi mencari perhatian burung merak betina. Gerakan ini dilakukan dengan gerakan yang sangat gemulai.

  Tarian merak ini dilakukan dengan cara berpasangan. Ada yang berperan sebagai burung merak jantan ada yang sebagai burung merak betina.



3. Fungsi Tari Merak




  Tarian merak sering ditampilkan atau dipentaskan pada saat ada acara penyambutan tamu. Namun kadangkala juga dipentaskan pada saat ada acara hajatan. Beberapa fungsi tarian merak adalah:


  Tarian merak ini sering sebagai persembahan para tamu dalam acara resepsi pernikahan.
Tari ini dipentaskan juga buat penyambutan para tamu agung pada setiap acara atau ritual.
Sering juga digunakan dalam rangka menyambut rombongan tamu pengantin pria pada saat menuju pelaminan.
Tarian merak ini juga sebagai sarana memperkenalkan budaya Indonesia ke tingkat Internasional.



4. Kostum Tari Merak Lengkap Dengan Aksesorisnya 



  Properti dari tarian merak ini tergolong sangat banyak mulai dari segi kostum sampai aksesorisnya. Properti-properti inilah yang sangat mendukung kesempurnaan sebuah koreografi pada saat di atas panggung. Sedangkan jenis properti ini dibedakan menjadi 3 bagian yaitu bagian kepala, badan dan bawah.



A. Bagian Kepala 



  Mahkota: Jenis mahkota yang sering dipakai oleh para penari merak sering disebut dengan nama siger. Mahkota ini terdiri dari berbagai aksesoris sehingga terlihat sangat unik. Aksesoris tersebut berupa pernik-pernik dan payet-payet yang memiliki warna macam-macam. Sehingga mahkota tersebut kelihatan glamour ketika terkena sorotan lampu (sinar).
  Hiasan Telinga: Jika diperhatikan properti tarian merak yang dipakai penari di bagian telinga ini hampir sama dengan ornament yang ada pada kostum pewayangan. Properti yang dipakai di telinga ini namanya sesuping. Pelengkap ini masih termasuk kedalam aksesoris mahkota karena corak dan pernik yang dipakai masih satu paket baik bahan maupun warnanya. 

  Hiasan Sanggul: Jenis aksesoris yang satu ini dikenakan penari merak pada bagian belakang rambutnya. Properti ini melukiskan seekor merak jantan dan sebagian orang ada yang menyebut garuda mungkur.

B. Bagian Badan 

   Properti ini pada umumnya terdapat 3 macam dan melekat sebagai kostum pada tubuh penari. Jenis-jenis properti tersebut antara lain adalah: 
Penutup Dada. Bagi para penari merak menutupi bagian dadanya dengan memakai kain seperti layaknya kemben. Cara pemakaian kain kemben ini yaitu dengan melingkarkan ke bagian tubuh penari dari dada hingga bawah perut. 



  Penutup dada ini sangat beragam jenis dan warnanya sesuai kebutuhan. Ada yang dilengkapi dengan tali sebagai pengaman agar tidak melorot. 
Apok. Merupakan aksesoris penutup yang bentuknya panjang dan melingkar. Ini mirip kalung yang dipakai oleh para penari sebagai penutup leher sampai ke bagian dada. Fungsi dari apok ini adalah untuk mempermudah pada saat melakukan koreografi. Apok yang dipakai penari ini juga dihiasi dengan motif-motif yang khas sehingga terlihat sangat indah. 
Sayap. Jika dalam tari Jaipong terdapat aksesoris sampur yaitu semacam selendang yang dikaitkan ke leher. Tapi kalau dalam tarian merak terdapat sayap yang secara keseluruhan merupakan ciri utamanya. Inilah yang membedakan kostum tari merak dengan kostum busana tarian lain. 

  Dalam setiap pertunjukan tarian merak sayapnya ini selalu memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri. Keunikan dan keindahan dari tari merak sangat terlihat dari ornament warna-warni serta corak yang menyerupai bulu seekor burung merak. Aksesoris lain dari para penari merak adalah sabuk yang berfungsi sebagai penutup sampur dan pinggang. 

C. Bagian Bawah 

   Untuk kostum pada bagian bawah ini para penari memakai busana berbentuk rok yang motifnya diserasikan dengan properti. Aksesoris atau pernak-pernik yang terdapat pada kostum ini dibuat sangat mirip dengan bulu seekor burung merak. Guna menambah keindahan kostum tari merak terdapat aksesoris pendukung. Aksesoris ini berupa gelang dan kilat bahu. 

  Bagi masyarakat propinsi Jawa Barat tari merak ini menjadi kesenian tradisional kebanggaan mereka. Karena jenis tarian ini sudah sangat terkenal di tingkat Nasional maupun Internasional. Sebagai buktinya tarian merak ini sering dipentaskan dalam acara-acara menyambut tamu kehormatan. Banyak sekali karya dari seniman Jawa Barat Raden Tjetjep Soemantri ini. Namun tarian merak inilah yang paling terkenal hingga lingkup Internasional. 



Share:

Tari Jaipong

Indonesia adalah suatu negara yang dikenal dengan negara kepulauan dengan segala keanekaragaman karya seni di dalamnya. Dari berbagai seni yang ada, seni tari merupakan salah satu kesenian yang dimiliki Indonesia yang di kagumi oleh negara lain.

Oleh karenanya, kita harus melestarikan dan senantiasa menjaga dengan baik kesenian yang dimiliki negara Indonesia termasuk seni tari. Jangan sampai ada negara lain yang dapat mengambil seenaknya budaya dari bangsa yang indah dan juga mempesona.

Saat ini, tari masih cukup digemari oleh sebagian masyarakat. hal tersebut dikarenakan tari memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan kebutuhan manusia yang lainnya. Tari dapat digunakan sebagai hobi, tontonan, pelajaran sekolah atau pun sebagai hiburan.

Beragamnya jenis tarian dalam berbagai peristiwa pada kehidupan manusia menjadi salah satu bukti bahwa tari merupakan hasil dari karya manusia yang benar- benar telah diolah yang kemudian digunakan dan difungsikan oleh para manusia.

Jadi, dapat dikatakan bahwa adanya tarian ini sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Seni tari adalah suatu hasil karya ciptaan manusia yang kemudian diungkapkan melalui suatu media gerak yang mempunyai suatu keindahan.

Tari juga merupakan suatu bahasa gerak dan menjadi alat berekspresi serta berkomunikasi secara universal. Sangat banyak jenis seni tari yang ada di negara Indonesia. Setiap seni tari mempunyai keunikan yang dapat kita temukan pada setiap jenis tari.

Adanya perbedaan di setiap tari atau pada suatu karya seni perlu dan harus di sikapi sebagai suatu kekayaan beragam bangsa. Apabila disebutkan satu persatu rasanya mungkin masih ada yang tertinggal. Karena perkembangan tari di Indonesia masih tetap berjalan hingga sekarang.

Salah satu tari yang cukup terkenal adalah tari Jaipong. Dimana keberadaan tari ini juga menjadi salah satu yang selalu digunakan untuk promosi kebudayaan-kebudayaan di Indonesia. Menjadi salah satu tari tradisional, Jaipong berasal dari Bandung, Provinsi Jawa Barat. Tri Jaipong sendiri berisi dengan kolaborasi beberapa gerakan.

Beberapa gerakan tersebut seperti gerakan tari tari ronggeng, gerakan ketuk tilu dan juga ada beberapa gerakan pencak yang saat itu juga diminati oleh para rakyat kala itu. Jaipong juga dikenal sebagai tari pergaulan.

Tari ini mempunyai keunikan pada gerakannya yang kemudian dapat mendongkrak tari Jaipong yang mana merupakan salah satu tari tradisional asal Jawa Barat yang menjadi kesenian tradisional. Tari Jaipong diciptakan oleh seorang budayawan yang bernama Gugum Gumbira yang berasal dari Bandung Jawa Barat.

Jaipong sendiri, banyak juga yang menggolongkan kepada jenis tarian modern. Tarian modern juga sering disebut sebagai tarian kontemporer. Ketika tarian ini dilakukan, akan diiringi oleh musik khas yang biasa disebut dengan degung.

Degung merupakan iringan musik yang terdiri dari beragam alat musik, diantaranya yaitu: kecapi, Go’ong, kendang, saron dan sebagainya.

Jaipong adalah suatu tari pergaulan muda yang dalam memainkannya dilakukan dengan gerakan yang lincah. Pola lantai pada tarian Jaipong adalah gabungan antara pola hakim zig zag dan juga pola lantai lurus.


Gerakan tari Jaipong


Bukaan

Bukaan merupakan bagian dari gerakan tari jaipong yang merupakan pembukaan tari ini. Penari akan berjalan memutar sambil memainkan selendang yang di kalungkan di leher masing- masing penari. Para penari akan menari dengan lemah gemulai untuk menarik perhatian dari para penonton tari.

Pencungan

Pencungan merupakan salah satu gerakan pada tari jaipong yang mana tempo pada gerakan ini cukup cepat. Para penari dengan diiringi musik dan lagu yang juga cepat melakukan gerakan tari dengan penuh semangat. Penonton yang menikmati tarian para penari akan terbawa seperti semangat para penari.

Ngala

Bagian gerakan yang lain yaitu ngala. Ngala merupakan gerakan yang mirip seperti gerakan patah- patah. Perpindahan dari gerakan satu ke gerakan yang lain dilakukan dengan tempo gerakan yang cukup cepat. Adanya gerakan ngala ini, menambah khas keunikan pada tari tersebut.

Mincit

Setelah dilakukan gerakan ngala, gerakan yang dibawakan oleh para pemain tari jaipong adalah gerakan mincit.

Pakaian Tari Jaipong


Pakaian Tari

Seperti tari- tari daerah yang lainnya, jaipong pun mempunyai ciri khas tersendiri pada kostum yang di gunakan untuk menari. Beberapa jenis pakaian atau kostum yang digunakan para penari jaipong antara lain:

Sinjang

Sinjang merupakan kain yang bentuknya mirip seperti celana panjang. Sinjang merupakan pakaian awal yang digunakan para penari sebelum pakaian lain.

Sampur

Kain yang tampilannya mirip dengan selendang karena kain ini selalu di letakkan pada leher setiap penari merupakan salah satu kostum khas tari jaipong yang disebut dengan sampur. Sampur bisa disebut sebagai kain properti utama dalam tari ini. Hal tersebut dikarenakan pada setiap gerakan tari, sampur sering dipakai.

Apok

Apok merupakan baju atasan yang digunakan oleh para penari. Seperti baju pada umumnya, apok memiliki kancing pada bagian depannya. Pada sudut pakaian

Musik Tari Jaipong




Setiap tarian daerah, biasanya diiringi dengan alunan musik setiap pertunjukannya. Begitu pula dengan tari jaipong. Adanya permainan alat musik, dapat menciptakan suasana riang, gembira, tenang, dinamis, bahkan rasa sedih. Beberapa alat musik yang mengiringi tari jaipong antara lain adalah:



Gendang

Gendang menjadi salah satu alat musik yang sering digunakan untuk mengiringi pertunjukan – pertunjukan kesenian Indonesia. Untuk dapat memberikan irama atau suara, gendang dimainkan dengan cara di tabuh.

Untuk mengiringi tari jaipong ini, tempo tabuhan gendang dilakukan dengan sedikit cepat. Dengan alunan gendang ini, penonton akan mudah terbawa pada suasana yang menikmati tarian ini.


Rebab

Alat musik rebab digunakan dengan cara di petik senarnya. Ada tiga senar yang melekat pada alat musik rebab ini. Rebab berfungsi sebagai pelengkap iringan musik untuk tari jaipong.



Gong

Sebagai salah satu alat musik pengiring tarian jaipong, gong di gunakan dengan cara di pukul dengan suatu alat pemukul khusus untuk gong. Suara yang di timbulkan dari gong ini, menjadikan iringan musik semakin enak untuk di hayati. Namun saat ini, keberadaan alat musik susah di temukan.



Kecrek

Kecrek merupakan salah satu alat musik tradisional yang menjadi bagian alat musik pengiring tari jaipong. Alat musik ini terdiri dari beberapa lempengan logam yang di jadikan satu.

Untuk dapat menghasilkan bunyi, kecrek dipukul sehingga menghasilkan bunyi seperti crek crek. Dalam tari ini, kecrek di fungsikan sebagai alat musik untuk mengaba-aba para penari.



Gendang

Gendang menjadi salah satu alat musik yang sering digunakan untuk mengiringi pertunjukan- pertunjukan kesenian Indonesia. Untuk dapat memberikan irama atau suara, gendang dimainkan dengan cara di tabuh.

Untuk mengiringi tari jaipong ini, tempo tabuhan gendang dilakukan dengan sedikit cepat. Dengan alunan gendang ini, penonton akan mudah terbawa pada suasana yang menikmati tarian ini.



Kecapi

Menjadi salah satu alat musik yang berasal dari sunda, kecapi juga digunakan sebagai alat musik pengiring tari jaipong. Adanya alat musik kecapi ini, juga berfungsi sebagai pelengkap agar irama musik yang dihasilkan semakin indah dan membuat para penonton menikmati pertunjukkan tari jaipong tersebut.

Tari Jaipong Calung Banyumasan


Jaipong Calung Banyumasan

Tari jaipong calung banyumasan merupakan suatu tari yang menjadi salah satu ciri khas dari Kabupaten Cilacap. Ide diciptakannya tari tersebut adalah ketika bapak Susilo Sudarman (Alm.) bermaksud akan mendirikan Seruan Eling Banyumas atau yang biasa disebut Seruling mas, beliau hendak mengusung kesenian dari Banyumas.

Banyumas sendiri, terdiri dari empat kabupaten, diantaranya yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Banjarnegara. Dari keempat kabupaten tersebut, memiliki kesenian yang sama, yaitu kesenian lengger.

Bapak Mohammad Supardi yang kala itu menjabat sebagai bupati Kabupaten Cilacap menghendaki tari khas yang nantinya menjadi ciri khas dari kabupaten Cilacap. Pencipta lagu ibu Tiek Entarti dan pencipta iringan Bapak Soepardi (Alm.).

Kemudian dipanggil oleh bapak Bupati Cilacap dan diminta untuk menciptakan tari khas yang berasal dari Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap merupakan daerah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, yaitu Sunda.

Bahkan ada beberapa kecamatan dari Kabupaten Cilacap yang sudah ikut kebudayaan Sunda dan menggunakan bahasa Sunda. Diantaranya yaitu Kecamatan Majenang, Kecamatan Wanareja dan Kecamatan Deyeuhluhur.

Dengan keadaan yang demikian, pencipta dari tari Jaipong Calung Banyumasan yaitu ibu Tiek Entarti melakukan eksplorasi terhadap kesenian Sunda, kemudian terciptalah tari Jaipong Calung Banyumasan.
Share:

Tarling

Tarling dan Jenisnya Tarling merupakan salah satu jenis kesenian daerah Cirebon, bercirikan permainan instrumen musik gitar dan suling. Musik dan vokal yang dihasilkan berlaras pelog. Tarling senantiasa akan berubah, seperti yang telah terjadi dan diamati pada beberapa karya seni/musik Tarling, sejak awal perkembangannya hingga sekarang. Pergeseran atau perubahan tersebut, tidak hanya menyangkut materi musik saja, melainkan pada pergeseran minat atau pandangan masyarakat Cirebon terhadap musik Tarling. Kesenian Tarling saat ini mengalami kesulitan untuk kembali menjadi primadona kesenian dalam masyarakat Cirebon. Kehadiram musik selain musik Tarling, dilain pihak dapat menambah atau memperkaya modifikasi bentuk karya musik Tarling seperti masuknya unsur-unsur asing yang dianggap positif diasimilisasikan ataupun dikawinkan dengan musik Tarling yang telah ada. Kata Tarling berasal dari singkatan dua buah nama alat musik, yakni: gitar, dan suling. 

   Pengertian Tarling dibawah ini lebih mendekati pengertian Tarling yang lebih lengkap, jika dilihat dari sudut pandang pendekatan sejarah dan teori musik, adalah sebagaimana yang terdapat pada Ensiklopedi Indonesia, yakni: Tarling: musik tradisional muda khas Cirebon, alat musiknya yang utama terdiri dari gitar dan suling. Singkatan dari gi – tar su – ling inilah asal nama musik Tarling itu. Lagu-lagu yang dimainkan adalah laras pelog yang swarantaranya didekatkan kepada skala diatonik. Dalam nyanyian vokal, laras pelognya tetap dipertahankan seasli mungkin. Dari Ansambel, Tarling lama- kelamaan berkemebang menjadi suatu komedi serta tari-tarian yang sederhana (Van Hoove:1984: 3457). Definisi Tarling yang lain terdapat dalam makalah yang disajikan pada lokakarya “Potensi Kesenian Daerah Cirebon dan Pola Pokok Pembinaannya”, yang diselenggarakan pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon, yaitu: ”Tarling adalah kesenian khas daerah Cirebon. 

   Asal kata dari gitar dan suling yang mulai Riyan Hidayatullah – Seni Tarling dan Perkembangannya di Cirebon 56 CaLLs, Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 menjadi media hiburan setelah dilengkapi denga waditra lain, seperti: gendang, tutukan, dan kecrek. Musik Tarling pada hakikatnya dapat digolongkan menjadi dua bentuk musik Tarling, yakni: 
a) Musik/lagu-lagu Tarling Klasik 
b) Musik/lagu-lagu Tarling Irama Cirebon Modern (kreasi baru) 

  Dari segi irama musik, musik Tarling dapat digolongkan menjadi beberapa jenis: Tarling Klasik, Tarling Tengdung, Tarling Dangdut, Tarling Pop, Tarling Disko, dan Tarling Disko Dangdut. Pola lagu Tarling Klasik umumnya tetap, namun dalam praktiknya tidak selalu sama persis, karena jenis musik tarling ini memberikan kebebasan untuk improvisasi.
 Dalam nyanyian ini dibutuhkan kemempuan penyanyi untuk mampu secara kreatif dan berinprovisasi, namun tidak keluar dari pola irama dan melodi khas Cirebon. 2. Musik/Lagu-lagu Tarling Klasik Komposisi lagu-lagu Tarling Klasik, pada dasarnya modifikasi dari karya seni karawitan Cirebon. Umumnya, diciptakan dan dimainkan dalam laras pelog, seperti: Kiser Saidah, Cerbonan, Dermayonan.
  Lagu Tarling Klasik mempunyai bentuk dan pola yang tetap. Umumnya tidak dapat diiringi musik yang dimainkan secara bentuk akor/chord seperti dalam memainkan musik pop lainnya, instrumen gitar dimainkan dalam bentuk petikan dan laras pelog yang didekatkan pada laras diatonis. Walaupun demikian, akan dijumpai beberapa bentuk lagu Klasik Cirebon, seperti: Klasik Malela, yang dapat dimainkan dalam iringan bentuk akor/chord, karena dapat disesuaikan dalam tangga nada minor pada skala diatonis. 

  Warung Pojok, Penganten Baru, Sumpah Suci, Salah Pilih, dan lain-lain adalah contoh lagulagu dengan irama musik yang dimodifikasi dan tempo irama di percepat. Contoh lagu Tarling Khas yang cukup terkenal pada awal perkembangan musik ini adalah Kiser Saidah. Lagu-lagu Tarling Khas Cirebon ini, menjadi dasar pijakan bagi karya-karya musik/lagu jenis tarling Modern (kekinian). 3. Musik/Lagu Tarling Irama Cirebon Modern (kekinian) Berdasarkan sumber melodi dan bentuk irama yang digunakan, musik/lagu Tarling Modern terbagi atas dua jenis, yakni: Irama Cirebon Beraturan, dan Irama Cirebon Tidak Beraturan. a.
   Irama Cirebon Beraturan Lagu-lagu jenis ini, berpijak atau merupakan karya modifikasi dari karya Tarling Klasik ataupun lagu khas Cirebon. Notasi lagu memiliki bentuk yang tetap dan tertulis, syair lagu mulai terarah dan subyektif. Lagu irama Cirebon Beraturan Syamsul Rijal – Kosakata Batu dalam Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia CaLLs, Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 57 berkembang pada sekitar tahun 1960-an. Contoh lagu jenis ini diantaranya: Warung Pojok, Pengantin Baru, Sumpah Suci, Salah Pilih, dan lain-lain. (lagu “Warung Pojok dapat dilihat pada lampiran). b. Irama Cirebon Tidak Beraturan Lagu-lagu jenis ini dapat digolongkan menjadi dua: Senyawa dengan Irama Cirebon Beraturan, dan Ingkar dari alur budaya (Karawitan Cirebon) atau bersumber dari lagu-lagu popular dimasyarakat luas. c. 
   
   Senyawa dan Irama Cirebon Beraturan Komposisi lagu jenis ini, lebih dekat dengan lagu gamelan Cirebon. Ia berdiri sendiri. Interval melodi mirip dengan lagu-lagu Karawitan Cirebon d. Ingkar dari Alur Karawitan Cirebon Karya musik/lagu jenis ini tidak dapat dimainkan dengan musik gamelan. Ia berdiri sendiri serta banyak di pengaruhi atau memasukan unsur-unsur asing dari lagu/musik jenis lainnya, terutama musik popular dan dangdut. Lagu–lagu yang tergolong jenis ini diantaranya: Pemuda Idaman, Bisikan Ati, Dewa, Duit, Enakan, Kawin Paksa, dan lain-lain. Umumnya lagu-lagu tersebut memiliki persamaan dengan lagu-lagu dangdut Indonesia. Kecuali lagu-lagu Tarling Klasik, semua karya musik atau lagu jenis Tarling modern dapat diiringi dengan irama musik: Pop, Dangdut, Bosanova, Reegae, Disco dangdut dan lain-lain.

Perkembangan

   Pada awal masa perkembangannya, seperti yang terjadi di Karang Ampel Indramayu, Tarling digunakan sebagai pengganti ‘Tayuban’, artinya melibatkan penggemarnya untuk turun ke arena untuk ikut berjoged bersama Ronggeng, sebutan sekarang sinden (Penyanyi). Jika pengemar tersebut senang maka akan memberi imbalan, atau bahasa sekarang sawer. Abdul Adjid adalah salah satu pemimpin Tarling pada masanya di daerah Cirebon. Beliau memimpin Tarling pada 11 April 1964 dan memiliki pemikiran jika Tarling hanya monoton seperti itu saja, agak kurang menguntungkan masa depannya. Beliau tidak hanya merubah bentuk lagunya saja, tetapi bentuk dramatisasinya. Salah satu contoh bentuk lagu yang menggunakan dramatisasi yang sangat terkenal yaitu Baridin. Lagu tersebut merupakan “Love Story”-nya ala Cirebon. (beliau menganalogikan Romeo dan Juliet gaya Cirebon).

   Cerita tersebut berawal dari daerah Brebes tetapi berakhir di Cirebon. Secara jujur beliau mengakui bahwa bukan orang pertama dalam kesenian Tarling. Pak Jayana adalah orang yang pertama yang mengembangkan Tarling, hanya saja lagu-lagu yang disajikan oleh Pak Jayana lagu-lagu yang berpola klasik. Sedangkan pak Abdul Adjid bertugas di dalam dramatisasinya, dan ternyata hal tersebut diterima oleh masyarakat. Kedua Riyan Hidayatullah – Seni Tarling dan Perkembangannya di Cirebon 58 CaLLs, Volume 1 Nomor 1 Juni 2015 tokoh itu merupakan tokoh penting dalam perkembangan musik tarling di Cirebon dan sekitarnya.

Instrumen

  Tarling Gitar dan suling merupakan instrument dasar dalam musik Tarling. Pada awal perkembangan musik ini. Tarling terdiri dari 2 buah gitar dan 1 buah suling bangsing. Selanjutnya, ensambel musik ini berkembang dengan beberapa penambahan instrumen musik lain sebagai pelengkap atau variasi dalam kesenian ini. Saat ini penggunaan instrumen musik Tarling tidak terbatas pada gitar, suling, gendang, ‘kecrek’/tamborin , goong, dan tutukan. 

  Berikut ini instrumen musik yang dapat digunakan untuk memainkan karya musik Tarling, diantaranya adalah: gitar (gitar melodi (lead) I, gitar melodi (lead) II, bas gitar), suling diatonis, gendang (gendang besar, ketipung), bongo, goong, kecrek, kebluk/tutukan, organ, keyboard, drum & drum digital, micro composser/musik computer, dan lain-lain. semua penambahan setiap instrumen berkembangan mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan lagu itu sendiri. Gitar yang digunakan dalam ansambel musik tarling, adalah gitar standar internasional, seperti: gitar akustik (folk) dan gitar elektrik. Swarantara atau jarak antara nada satu ke nada berikutnya dalam satu oktaf disamakan dengan laras diatonis. 

   Cara memainkan gitar pada dasarnya sama dengan cara memainkan gitar untuk jenis musik lainnya, kecuali dalam memainkan Tarling Klasik. Karena pada jenis musik Tarling ini gitar dimainkan dengan cara dipetik dalam apoyando1 dan tirando2 , tetapi bukan dengan cara strumming3 /’genjreng’. Penggunaan askesoris sound efek untuk gitar elektrik diperbolehkan, terutama dalam memainkan karya musik jenis Tarling Modern. Suling yang digunakan dalam musik Tarling adalah suling diatonis, bentuknya miring, di daerah Cirebon telah dikenal dengan nama suling bangsing. Suling ini mempunyai kedudukan seperti vokal. Penggunaan suling ini, mendapat pengaruh dari peninggalan kependudukan Jepang di Cirebon. 


Bentuk Penyajian 

   Pada awal perkembangannya Tarling disajikan dalam bentuk yang masih sederhana dan monoton. Lagu-lagu dinyanyikan oleh seorang pesinden dan gitaris. Namun, seiring perkembangan waktu dan berkembanganya pemikiran masyarakat, tarling mengalami metamorfosa secara integral. Umumnya, Tarling ini dimainkan pada malam hari, dan belum menjadi pergelaran pentas. Pergelaran Tarling secara lengkap, biasanya pada siang hari (pukul 10.00 sampai dengan 15.00), dan pada malam hari (pukul 20.00 sampai dengan 03.00 pagi). Adapun susunan acara pergelaran Tarling adalah sebagai berikut: a. Tetalu b. Lagu Instrumentalia c. Lagu-lagu Modern: terutama Tarling Dangdut, dangdut Indonesia, dan lainlain. d. Drama humor e. Drama pokok f. Penutup. Acara pergelaran Tarling tidak mutlak disajikan seperti bentuk di atas, yakni di sesuaikan dengan kondisi tempat, waktu dan kebutuhan yang ada. Tentunya pergelaran Tarling di panggung ‘hajatan’ keluarga akan berbeda dengan pergelaran Tarling di radio ataupun televisi dalam siaran hiburan musik yang disiarkan secara lokal atau nasional. Karena televisi atau radio hanya memberikan waktu penyiaran yang sangat terbatas. 

Tokoh-Tokoh Tarling 

   Melalui studi kepustakaan, hasil studi lapangan dan beberapa literatur, didapatkan nama-nama tokoh Tarling. Mereka terdiri dari berbagai macam peran dan fungsinya dalam kesenian ini, seperti: penyanyi, pelakon, pemusik, pencipta lagu, penulis skenario, arranger, pelawak, dalang, pembawa acara, dan lain-lain. Mereka tersebar di daerah Cirebon, kabupaten Indramayu, dan Kotamadya Cirebon. Seniman perintis Tarling, diantaranya: Jayana, Barang, Uci Sanusi, Barnawi, Kurdi, Carini dan lain-lain. Generasi seniman Tarling yang sangat terkenal hasil karya seni Tarling mereka diantaranya adalah Abdul Adjib, dan Sunarto Martaatmaja.

Share:

TWITTER

FACEBOOK

INSTAGRAM

YOUTUBE

Tari Topeng Malangan

Negara kita Indonesia tercinta ini merupakan salah satu negara yang terdiri atas beragam suku dan budaya dari Sabang samapi Merauke. Oleh k...

Arsip Blog

Jumlah Pengunjung